Bu Sondang dan Ceritanya
Ibu jebolan Diploma tiga Seni Rupa IKIP Negeri Medan ini memulai profesinya sebagai guru di SMA Negeri Muarasoma Kecamatan Batang Natal Kabupaten Tapanuli Selatan. Rasa was-was berkecamuk saat itu. Bukan hanya jauh dari keluarga tapi perjalanan yang mengusik hati lanjut atau tidak ke tempat tujuan. Bus Matra yang ditumpangi bukannya menyenangkan tapi mengkhawatirkan. Supir ngebut? Tidak! Tempat duduk yang sempit? Juga tidak. Harimau menyeberang menjadi pemandangan yang sering dijumpai. Tanah longsor sesi berikutnya sehingga mereka harus menginap dalam bus di tengah hutan.
Semua telah dilampaui. Ibu berdarah Batak ini mengabdikan dirinya sebagai tenaga pengajar di tempat yang bahasa daerahnya belum dikuasainya. Bukan guru namanya jika tak berani menerima tantangan. Sebenarnya satu sama alias seri karena guru tak tahu bahasa daerah siswa tak bisa bahasa Indonesia. Uniknya mereka memahami apa yang diajarkan si Ibu kelahiran enam puluh dua ini.
Seorang anak yang masih terbata-bata berbahasa Indonesia mulai menerjemahkan apa yang dikatakan Bu guru kepada teman-temannya. Itupun masih sering salah mengartikan konsep. Lebih dari tiga bulan Ibu guru ini belajar bahasa setempat agar komunikasi belajar berjalan lancar.
Di daerah itu guru, siswa, orang tua sangat berhubungan. Masyarakat sangat menghargai guru. Dalam situasi musim durian guru-guru diundang makan ke rumah orang tua murid secara bergantian. Walaupun tak ada anaknya yang bersekolah di situ tetapi penghargaan terhadap guru sungguh luar biasa. Tak ada yang tak bertegur sapa jika bertemu.
Ada hal istimewa yang diingat Bu guru ini. Makanan tradisional seperti pina-pina berupa sayur mirip bayam tak pernah dimakannya. Akhirnya sayuran ini menjadi kebutuhannya. Ada pula habo sejenis petai berbentuk kemiri baunya tak sedap dimasak dengan ikan teri ditumbuk bersama kelapa ditambah cabai dan bawang ternyata rasanya lezat. Abaikan bau, katanya.
Istimewa lagi siswanya tak pandai menyanyikan lagu wajib menjadi bisa dan memahaminya sehingga tumbuh rasa patriotisme. Para siswa salut terhadap pengabdian para guru hingga kini komunikasi yang baik antara guru dan siswa tetap terjalin.
"Itu dulu", kata si Ibu sambil tersenyum-senyum. Kini dirinya hampir purnabakti mengabdi di sekolahku. Banyak siswa yang sudah berhasil yang pernah diajarnya. Mengingat itu terpikir olehnya seorang siswa yang harus berjalan kaki dari rumah ke sekolah dengan jarak yang cukup lumayan jauh karena tak ada kendaraan. Baru-baru ini mengirim hadiah untuknya di hari guru karena sudah menjadi pegawai bank di Bogor.
"O ya, Bu, selamat hari guru," kataku mengakhiri pembicaraan karena bel tanda masuk kelas berbunyi. Si Ibu sangat berharap agar anak tak pantang menyerah, ketiadaan bukan mematahkan cita-cita. Salut buat Bu Sondang, tetap semangat meski di penghujung masa tugas.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
mantap Bu, cerita hebat
Terima kasih Ibu, salam literasi